
liputanbanten.com – Beberapa negara di berbagai belahan dunia melaporkan cuaca panas ekstrem dengan suhu mencapai 50 derajat Celsius. Fenomena gelombang panas ini mayoritas melanda negara di Asia Selatan, Asia Tenggara, Asia Barat, dan Amerika Serikat pada dua bulan terakhir.
Kementerian Kesehatan di India melaporkan 40.000 kasus diduga sengatan panas (heat stroke) akibat suhu udara yang melonjak. Suhu tertinggi tercatat di India Utara dengan temperatur hampir 50 derajat Celsius (122 derajat Fahrenheit). Sementara di Arab Saudi suhu panas juga meningkat hingga 51,8 derajat Celsius. Di Amerika Serikat (AS) suhu paling tinggi terjadi di kota Chicago dengan temperatur mencapai 38 derajat Celsius.
Dilansir dari Malaysia Sun, (19/6/2024), di Asia Tenggara, Kamboja kini tengah menghadapi suhu paling tinggi yang pernah dialami dalam 170 tahun, menyentuh suhu 43 derajat Celsius (109 Fahrenheit). Berbagai fenonema cuaca panas ekstrem di banyak negara tersebut melahirkan kekhawatiran, apakah kondisi tersebut menjadi tanda bahwa bumi mulai tak layak huni?
Benarkah Bumi mulai tak layak huni? Profesor sains atmosfer dari Colorado State University Scott Denning menjelaskan, saat ini masih layak huni, meski ada kemungkinan di masa depan menjadi gak layak huni akibat perubahan iklim. Menurut Denning, cuaca panas ekstrem yang terjadi di sejumlah negara akhir-akhir ini adalah fenomena yang lumrah terjadi. Ia menyebutkan, cuaca panas di negara tertentu tidak bisa disebut terlalu ekstrem di wilayah lain, khususnya daerah yang cenderung beriklim kering. “Tidak akan pernah menjadi terlalu panas bagi orang untuk tinggal di sini (Amerika Serikat),” kata dia, dikutip dari Live Science, Rabu (19/6/2024). Kendati demikian, ada beberapa tempat yang terkadang bisa sangat panas dan lembab, hingga mematikan. Ia menyebutkan beberapa contohnya ada di beberapa bagian Timur Tengah, seperti Pakistan, India, dan Arab Saudi. Menurutnya, gelombang panas (heat wave) yang terjadi di sana sudah tergolong mematikan. “Terutama daerah yang memiliki gurun pasir tepat di sebelah lautan yang hangat. Sebab, ketika udara lembab, keringat tidak dapat menguap dengan cepat,” ucap Denning.