JAKARTA – Pemerintah perlu menyiapkan insentif bagi masyarakat jika kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen terealisasi pada 2025.
Pasalnya, kenaikan tarif PPN berpotensi menekan daya beli masyarakat yang saat ini sedang turun. Dan pada akhirnya berimplikasi terhadap perlambatan laju konsumsi rumah tangga nasional.
“Harus ada insentif fiskal yang relevan dengan kemampuan daya beli masyarakat dan juga sektor usaha agar terus berjalan dengan baik,” ujar Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Ajib Hamdani, dalam keterangannya.

Ajib mengatakan, untuk menjaga daya beli masyarakat kelas menengah, pemerintah dapat menaikkan batas bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Sebagaimana diatur Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 101 Tahun 2016, besaran PTKP saat ini sebesar Rp 54 juta per tahun, atau setara dengan penghasilan Rp 4,5 juta per bulan.

Menurut Ajib, untuk menjaga daya beli masyarakat dengan mengurangi kewajiban pajak penghasilan (PPh) pasal 21, batas bawah PTKP dapat dinaikkan hingga Rp 100 juta per tahun.

“Hal ini bisa mendorong daya beli kelas menengah-bawah,” kata Ajib.
“Di kelas ini, setiap kenaikan kemampuan akan cenderung dibelanjakan, sehingga uang kembali berputar di perekonomian dan negara mendapatkan pemasukan,” sambungnya.
Selain itu, pemerintah juga bisa memberikan insentif berupa potongan PPN, lewat skema PPN Ditanggung Pemerintah (DTP), terhadap sejumlah industri yang berkontribusi besar terhadap ekonomi nasional.

Ajib bilang, PPN DTP bisa saja diberikan kepada sektor properti serta sektor hilirisasi pertanian, perikan, dan pertanian.
“Tetapi, secara kuantitatif harus dihitung betul bahwa tax cost ini satu sisi tetap memberikan dorongan private sector tetap bisa berjalan baik, dan di sisi lain penerimaan negara harus menghasilkan yang sepadan,” tuturnya.
Lewat insentif-insentif itu, pemerintah disebut dapat menjaga upayanya untuk mendongkrak laju ekonomi nasional, namun pada saat bersamaan meningkatkan pendapatan negara dalam jangka panjang.
“Pertumbuhan ekonomi yang konsisten di atas 5 persen membutuhkan kebijakan fiskal yang pro dengan pertumbuhan,” ucap Ajib.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *